Tantangan dalam Memberi Pemahaman Pancasila bagi Generasi Milenial
Jakarta, NU Online
Ideologi Pancasila merupakan falsafah bangsa Indonesia yang sudah final. Sebab Pancasila merupakan konsensus nasional yang telah menjadi kesepakatan masyarakat Indonesia yang beragam untuk menjaga kerukunan, membangun kedamaian sebagai untuk menghindari kerusakan maupun pertumpahan darah.
Pemahaman seperti ini harus diyakini oleh setiap warga negara, baik kalangan usia dewasa maupun kaum milenial. Namun tantangannya, memberikan pemahaman demikian bagi generasi milenial bukan perkara mudah. Terlebih di era teknologi informasi yang serba cepat seperti saat ini, di mana informasi yang deras kadang kala membawa serta ideologi lain secara sembunyi-sembunyi.
Salah satu ideologi yang bisa masuk ke layar telepon genggam generasi millennial adalah paham radikalisme kekerasan seperti yang dialami oleh Danian, seorang remaja yang terjebak paham radikalisme kekerasan dan memutuskan untuk bergabung dengan ISIS beberapa tahun lalu. Danian terkecoh oleh kampanye apik ISIS yang tampak nyaris sempurna melalui media sosial yang ia temukan. Akibatnya ia memutuskan untuk membujuk keluarganya hijrah ke Suriah.
Fenomena kampanye seperti marak ditemukan di dunia maya. Kampanye kelompok kekerasan ini nyatanya berhasil mempengaruhi kelompok muda yang mencari jati diri seperti Danian yang masih duduk di bangku SMA kala itu.
Hal itulah yang melatarbelakangi perlunya memastikan agar kelompok muda yang begitu dekat dengan platform media sosial tidak terjerumus ke dalam kampanye jahat kelompok kekerasan. Salah satunya dengan memastikan kelompok ini mengilhami nilai-nilai yang tertanam dalam Pancasila.
“Di era keterbukaan ini mau tidak mau kita perlu memastikan mereka memahami Pancasila. Mengapa? karena kita lihat dari pernyataan anak-anak milenial ini mulai ada distorsi tentang pemahaman tersebut. Ini karena mereka ini kemasukan paham-paham radikal. Itulah mengapa kita perlu terus tekankan Pancasila pada mereka,” ujar Dosen Universitas Pertahanan Indonesia, Laksdya TNI (Purn) Widodo beberapa waktu lalu.
Untuk itu, kata dia, harus ada mekanisme baru untuk dalam memasukkan pemahaman Pancasila kepada peserta didik melalui sekolah-sekolah. Salah satu cara yang bisa ditempuh adalah dengan menggunakan perkembangan teknologi informasi yang berkembang saat ini.
Selain itu, lingkungan pendidikan perlu menanamkan kembali nilai-nilai pancasila dengan cara yang disukai oleh generasi milenial. “Ini harus dikawal, sehingga seluruh kewajiban di sekolah, baik sekolah negeri, swasta maupun sekolah-sekolah asing, untuk mengucapkan mengamalkan Pancasila, mengibarkan bendera tiap hari Senin dan menyanyikan lagu Indonesia Raya,” ucapnya.
Senada dengan itu, KH Ma'ruf Amin dalam perspektif kebangsaan ala Nahdlatul Ulama kerap menyebut bahwa Indonesia merupakan negara kesepakatan karena berdiri di atas kesepakatan elemen bangsa. Sedangkan Pancasila merupakan titik temu dan UUD 1945 berdiri sebagai tatanan kehidupan bangsa. "Kedua hal itu kita sebut sebagai ittifaqan akhawiyah, kesepakatan saudara sebangsa dan setanah air," ujar Kiai Ma'ruf. Oleh karena itu, Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Malang itu selalu menyebut negara Indonesia sebagai darul mitsaq atau negara kesepakatan. (Red: Ahmad Rozali)
#muslimsejati
Ideologi Pancasila merupakan falsafah bangsa Indonesia yang sudah final. Sebab Pancasila merupakan konsensus nasional yang telah menjadi kesepakatan masyarakat Indonesia yang beragam untuk menjaga kerukunan, membangun kedamaian sebagai untuk menghindari kerusakan maupun pertumpahan darah.
Pemahaman seperti ini harus diyakini oleh setiap warga negara, baik kalangan usia dewasa maupun kaum milenial. Namun tantangannya, memberikan pemahaman demikian bagi generasi milenial bukan perkara mudah. Terlebih di era teknologi informasi yang serba cepat seperti saat ini, di mana informasi yang deras kadang kala membawa serta ideologi lain secara sembunyi-sembunyi.
Salah satu ideologi yang bisa masuk ke layar telepon genggam generasi millennial adalah paham radikalisme kekerasan seperti yang dialami oleh Danian, seorang remaja yang terjebak paham radikalisme kekerasan dan memutuskan untuk bergabung dengan ISIS beberapa tahun lalu. Danian terkecoh oleh kampanye apik ISIS yang tampak nyaris sempurna melalui media sosial yang ia temukan. Akibatnya ia memutuskan untuk membujuk keluarganya hijrah ke Suriah.
Fenomena kampanye seperti marak ditemukan di dunia maya. Kampanye kelompok kekerasan ini nyatanya berhasil mempengaruhi kelompok muda yang mencari jati diri seperti Danian yang masih duduk di bangku SMA kala itu.
Hal itulah yang melatarbelakangi perlunya memastikan agar kelompok muda yang begitu dekat dengan platform media sosial tidak terjerumus ke dalam kampanye jahat kelompok kekerasan. Salah satunya dengan memastikan kelompok ini mengilhami nilai-nilai yang tertanam dalam Pancasila.
“Di era keterbukaan ini mau tidak mau kita perlu memastikan mereka memahami Pancasila. Mengapa? karena kita lihat dari pernyataan anak-anak milenial ini mulai ada distorsi tentang pemahaman tersebut. Ini karena mereka ini kemasukan paham-paham radikal. Itulah mengapa kita perlu terus tekankan Pancasila pada mereka,” ujar Dosen Universitas Pertahanan Indonesia, Laksdya TNI (Purn) Widodo beberapa waktu lalu.
Untuk itu, kata dia, harus ada mekanisme baru untuk dalam memasukkan pemahaman Pancasila kepada peserta didik melalui sekolah-sekolah. Salah satu cara yang bisa ditempuh adalah dengan menggunakan perkembangan teknologi informasi yang berkembang saat ini.
Selain itu, lingkungan pendidikan perlu menanamkan kembali nilai-nilai pancasila dengan cara yang disukai oleh generasi milenial. “Ini harus dikawal, sehingga seluruh kewajiban di sekolah, baik sekolah negeri, swasta maupun sekolah-sekolah asing, untuk mengucapkan mengamalkan Pancasila, mengibarkan bendera tiap hari Senin dan menyanyikan lagu Indonesia Raya,” ucapnya.
Senada dengan itu, KH Ma'ruf Amin dalam perspektif kebangsaan ala Nahdlatul Ulama kerap menyebut bahwa Indonesia merupakan negara kesepakatan karena berdiri di atas kesepakatan elemen bangsa. Sedangkan Pancasila merupakan titik temu dan UUD 1945 berdiri sebagai tatanan kehidupan bangsa. "Kedua hal itu kita sebut sebagai ittifaqan akhawiyah, kesepakatan saudara sebangsa dan setanah air," ujar Kiai Ma'ruf. Oleh karena itu, Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Malang itu selalu menyebut negara Indonesia sebagai darul mitsaq atau negara kesepakatan. (Red: Ahmad Rozali)
#muslimsejati
Tidak ada komentar