Penangkal Radikalisme Itu Bernama Pancasila
Tak dipungkiri, meski Indonesia merupakan negara yang menunjung tinggi toleransi dan kerukunan, faktanya bibit intoleransi dan radikalisme masih saja ada di negeri ini. Meski Indonesia berkembang sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar, masih ada oknum masyarakat yang mengatasnamakan Islam, justru melakukan tindakan yang tidak terpuji. Indonesia juga dikenal dengan negara yang ramah, namun faktanya, masih saja ada sebagian masyarakat yang justru gemar menebar kebencian di dunia maya. Kenapa hal itu bisa terjadi? Apakah masyarakat Indonesia sudah mulai berubah seiring meningkatnya kadar intoleransi? Pertanyaan ini harus menjadi introspeksi bersama.
Indonesia sebenarnya kaya akan nilai-nilai positif, yang kadang mulai ditinggalkan oleh generasi penerus. Nilai-nilai itu tertuang dalam lima sila Pancasila. Banyak orang beranggapan Pancasila sudah tidak lagi relevan dengan kondisi Indonesia, yang mayoritas masyarakatnya muslim. Bahkan Pancasila juga dianggap tidak bisa menyesuaikan dengan perkembangan jaman. Anggapan yang selalu dilontarkan oleh kelompok intoleran ini, tentu tidak mempunyai alasan yang kuat. Karena nilai Pancasila sebenarnya mengandung nilai-nilai religius dan terbukti bisa menjadi pelindung di era yang milenial ini.
Sila pertama mengajarkan kepada kita, bahwa beragama menurut keyakinan itu wajib dilakukan. Konsekwensi dari orang beragama adalah menjalankan segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya. Orang yang beragama, selalu mengedepankan kepentingan masyarakat yang lebih luas. Mari kita introspeksi. Benar kita sudah beragama, tapi apakah perkataan dan perilaku kita sudah mencerimankan orang yang beragama? Ingat, agama apapaun yang ada di Indonesia, memberikan tuntutan kepada pemeluknya, demi terciptanya tatanan kehidupan yang lebih baik.
Masyarakat yang beragama, semestinya juga menjalankan nilai-nilai yang tertuang dalam sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab. Esensi dari sila kedua ini adalah memanusiakan manusia. Dalam berperilaku kita tidak boleh egois, mencaci, memaki, melakukan persekusi, bahkan melakukan tindak kekerasan. Dalam Al Quran, Tuhan menganjurkan kepada seluruh umat manusia, untuk saling mengenal satu dengan yang lain. Hal ini penting dilakukan karena Tuhan menciptakan manusia itu saling berbeda. Dan mengenal disini tentu tidak hanya sebatas tahu nama, tapi juga mengerti dan memahami arti dari latar belakang setiap orang. Jakarta merupakan salah satu kota di Pulau Jawa, tapi bukan berarti seorang Jawa harus berkuasa di tanah Jawa. Kenapa hal ini penting? Agar tercipta persatuan dan kesatuan, seperti yang tertuang dalam sila ketiga Pancasila.
Menjaga persatuan penting dilakukan mengingat Indonesia mempunyai banyak suku, yang tersebar di seluruh Aceh hingga Papua. Jika perintah saling mengenal tadi tidak dijalankan dengan baik, atau masih ada bibit kebencian dalam diri, maka potensi konflik antar sesama berpotensi terjadi. Namun, Pancasila, Islam dan semua agama di Indonesia menganjurkan untuk melakukan musyawarah jika terjadi perselisihan. Musyawarah untuk mufakat ini juga diadopsi oleh adat istiadat setiap suku. Musyawarah merupakan salah satu bentuk kearifan lokal yang ada di Indonesia. Lalu, kenapa diantara kita masih enggan musyawarah dengan tetap mengedepankan amarah? Jika amarah itu bisa ditinggalkan, dan kepentingan publik dikedepankan, maka keadilan sosial seperti yang tertuang dalam sila kelima bisa diwujudkan.
Sekali lagi, mari kita introspeksi. Nilai-nilai Pancasila yang berasal dari nilai-nilai budaya bangsa ini, terbukti menjadi falsafah hidup bangsa. Bukan berlebihan juga Pancasila akhirnya juga dijadikan dasar negara. Karena Pancasila inilah sebenarnya yang bisa menjadi penangkal segala pengaruh buruk, termasuk paham radikalisme yang saat ini terus disebarkan dengan berbagai cara. Yuk, jangan benci nilai-nilai yang lahir dari budaya bangsa sendiri. Jangan caci nilai-nilai yang terbukti efektif jadi penangkal buruk. Implementasikan saja, nilai-nilai Pancasila ini dalah setiap ucapan dan tindakan kita. Salam.
#muslimsejati #zonamuslim #indonesia #nusantara
Indonesia sebenarnya kaya akan nilai-nilai positif, yang kadang mulai ditinggalkan oleh generasi penerus. Nilai-nilai itu tertuang dalam lima sila Pancasila. Banyak orang beranggapan Pancasila sudah tidak lagi relevan dengan kondisi Indonesia, yang mayoritas masyarakatnya muslim. Bahkan Pancasila juga dianggap tidak bisa menyesuaikan dengan perkembangan jaman. Anggapan yang selalu dilontarkan oleh kelompok intoleran ini, tentu tidak mempunyai alasan yang kuat. Karena nilai Pancasila sebenarnya mengandung nilai-nilai religius dan terbukti bisa menjadi pelindung di era yang milenial ini.
Sila pertama mengajarkan kepada kita, bahwa beragama menurut keyakinan itu wajib dilakukan. Konsekwensi dari orang beragama adalah menjalankan segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya. Orang yang beragama, selalu mengedepankan kepentingan masyarakat yang lebih luas. Mari kita introspeksi. Benar kita sudah beragama, tapi apakah perkataan dan perilaku kita sudah mencerimankan orang yang beragama? Ingat, agama apapaun yang ada di Indonesia, memberikan tuntutan kepada pemeluknya, demi terciptanya tatanan kehidupan yang lebih baik.
Masyarakat yang beragama, semestinya juga menjalankan nilai-nilai yang tertuang dalam sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab. Esensi dari sila kedua ini adalah memanusiakan manusia. Dalam berperilaku kita tidak boleh egois, mencaci, memaki, melakukan persekusi, bahkan melakukan tindak kekerasan. Dalam Al Quran, Tuhan menganjurkan kepada seluruh umat manusia, untuk saling mengenal satu dengan yang lain. Hal ini penting dilakukan karena Tuhan menciptakan manusia itu saling berbeda. Dan mengenal disini tentu tidak hanya sebatas tahu nama, tapi juga mengerti dan memahami arti dari latar belakang setiap orang. Jakarta merupakan salah satu kota di Pulau Jawa, tapi bukan berarti seorang Jawa harus berkuasa di tanah Jawa. Kenapa hal ini penting? Agar tercipta persatuan dan kesatuan, seperti yang tertuang dalam sila ketiga Pancasila.
Menjaga persatuan penting dilakukan mengingat Indonesia mempunyai banyak suku, yang tersebar di seluruh Aceh hingga Papua. Jika perintah saling mengenal tadi tidak dijalankan dengan baik, atau masih ada bibit kebencian dalam diri, maka potensi konflik antar sesama berpotensi terjadi. Namun, Pancasila, Islam dan semua agama di Indonesia menganjurkan untuk melakukan musyawarah jika terjadi perselisihan. Musyawarah untuk mufakat ini juga diadopsi oleh adat istiadat setiap suku. Musyawarah merupakan salah satu bentuk kearifan lokal yang ada di Indonesia. Lalu, kenapa diantara kita masih enggan musyawarah dengan tetap mengedepankan amarah? Jika amarah itu bisa ditinggalkan, dan kepentingan publik dikedepankan, maka keadilan sosial seperti yang tertuang dalam sila kelima bisa diwujudkan.
Sekali lagi, mari kita introspeksi. Nilai-nilai Pancasila yang berasal dari nilai-nilai budaya bangsa ini, terbukti menjadi falsafah hidup bangsa. Bukan berlebihan juga Pancasila akhirnya juga dijadikan dasar negara. Karena Pancasila inilah sebenarnya yang bisa menjadi penangkal segala pengaruh buruk, termasuk paham radikalisme yang saat ini terus disebarkan dengan berbagai cara. Yuk, jangan benci nilai-nilai yang lahir dari budaya bangsa sendiri. Jangan caci nilai-nilai yang terbukti efektif jadi penangkal buruk. Implementasikan saja, nilai-nilai Pancasila ini dalah setiap ucapan dan tindakan kita. Salam.
#muslimsejati #zonamuslim #indonesia #nusantara
Tidak ada komentar